Yusuf si Tangan Kanan

 Kisah bangsa Israel dipenuhi dengan para pahlawan. Salah satunya adalah Yusuf. Anak ke-sebelas dari Israel. Cucu dari Ishak. Seorang yang terkenal karena dia dipakai untuk menolong bangsa-bangsa melalui sebuah bencana kelaparan yang melanda selama tujuh tahun. Kita akan mengintip sedikit kisah Yusuf yang tertulis dalam Kejadian 37:1-11.

Keluarga Perantau

Kisah ini dibuka tentang ayah Yusuf: Yakub. Yakub, yang juga dipanggil Israel tinggal di negeri penumpangan ayahnya (Kej. 37:1). Menarik untuk kita perhatikan, Abraham, Ishak dan Yakub semuanya tinggal di Kanaan sebagai orang asing, padahal tanah itulah yang dijanjikan Allah kepada mereka (Kej. 17:8, Kej. 26:3). Semenjak Abraham dipanggil keluar dari tanah Ur-Kasdim, tidak pernah sekalipun Abraham tinggal di suatu tanah dan membangun rumah di sana. Begitupun Ishak. Dan juga Israel. Mereka tinggal di dalam tenda. Siap pergi kapanpun Tuhan perintahkan.

Demikianlah perjalanan orang percaya. Saat ini, orang percaya yang hidup di dunia adalah perantau. Orang yang ditebus Kristus saat ini sedang menunggu untuk pulang kampung. Karena kampung orang percaya bukanlah dunia ini. Tetapi di rumah Bapa. Yesus berkata sebelum peristiwa penyaliban bahwa Ia akan pergi untuk menyediakan tempat bagi kita (Yoh. 14:1-3).

Pandangan ini seharusnya membentuk perilaku orang-orang yang ditebus. Karena dunia ini bukanlah rumah mereka, maka fokus dan kerinduan mereka bukanlah kefanaan dunia ini. Fokus mereka adalah bagaimana mereka mempersiapkan pulang kampung. Kita yang merantau tentu tentu paham. Kita mengumpulkan dan berusaha sepanjang tahun. Untuk apa? "Modal pulang kampung." Lalu kita yang merantau ini menggunakan semua yang kita siapkan untuk menikmati saat-saat pulang kampung. 

Di dunia ini orang percaya hanya membangun tenda. Sebuah tempat tinggal sementara. Dan rumahnya kelak ada di surga. Maka segala sumber daya yang dia miliki pastilah dialokasikan ke rumahnya. Kembali kita melihat contoh kehidupan orang perantau. Jika seorang perantau memiliki rumah di kampung, manakah yang akan lebih "diisi"? Rumah manakah yang mendapat porsi yang lebih besar untuk diperhatikan?

Orang-orang percaya (jika boleh saya ganti sebutannya: murid Kristus) memusatkan perhatiannya kepada perkara di atas (Kol. 3:1-2). Orang-orang percaya tidak memusatkan dunia yang fana ini sebagai sesuatu yang harus diperjuangkan. Tetapi ia akan memperjuangkan hal-hal yang kekal. Fokus orang-orang percaya bukan lagi dirinya, tetapi Allah. Dia tidak lagi melayani keinginannya sendiri, tetapi hidupnya membagikan buah Roh untuk memuliakan Tuhan.  

Semakin kita renungkan, semakin kita menyadari betapa kita telah menjadikan dunia ini, dengan segala yang ditawarkannya menjadi rumah kita. Kita takluk kepada segala kesenangan fana yang ditawarkannya. Yang membuat kita melupakan perkara-perkara di atas. Mari kita coba membuat daftar perbandingan sederhana.
  • Bandingkan waktu bermedia sosial vs waktu untuk berdoa dan merenungkan Firman Tuhan.
  • Ketika bertemu dengan teman, apakah yang kita bicarakan? Injil vs perkara dunia.
  • Ketika bekerja: menyenangkan manusia vs menyenangkan Allah. Apakah kita lebih menuruti perintah pimpinan manusia kita yang jelas-jelas bertentangan dengan perintah Allah?
  • Musik apa yang kita dengarkan dan nyanyikan sepanjang hari?
Mungkin seperti daftar kesalehan yang bisa dipalsukan. Tapi ini sebuah awal yang baik untuk menilai fokus hidup kita: apa yang terutama bagiku? Tidakkah kita lelah melayani dunia ini dan segala kefanaannya? Apakah semua kesenangannya mampu bertahan?

"Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil, memanggil aku dan kau.
(Softly and tenderly Jesus is calling, calling for you and for me)
Lihatlah Dia prihatin menunggu aku dan kau.
(Patiently Jesus is waiting and watching, watching for you and for me)
Hai mari datanglah, kau yang lelah, mari datanglah!" 
(Come home, come home. Ye who are weary come home.)
Sungguh lembut Tuhan Yesus memanggil, 
(Earnestly, tenderly, Jesus is calling)
"Kau yang sesat, marilah!" 
(Calling all sinners, come home)"1

Marilah pulang, kembali kepada Yesus. Paulus menulis: Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini, sebab dengan demikian kita berpakaian dan tidak kedapatan telanjang. Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup. (2 Kor. 5:1-4). Dunia ini sementara dan akan berlalu. Tetapi Allah dan kebenaran-Nya kekal, tidak akan pernah berlalu. Mari datang pada-Nya.

Keluarga Yakub

Yakub adalah seorang kepala rumah tangga dan ayah yang pilih kasih. Dari awal pernikahannya, kita tahu bahwa Yakub lebih mencintai Rahel -ibunya Yusuf- daripada Lea (Kej. 29:30). Demikianpun, Rahel tidak langsung melahirkan anak bagi Yakub. Lea lebih dahulu memberi anak. Lalu Rahel memberikan Bilha, budaknya, untuk memberikan keturunan kepada Yakub. Eh, ada anak Bilha. Lea melihat itu, dan ikut memberikan Zilpa, budak Lea, untuk menjadi selir Yakub. Eh, lagi-lagi sukses. Zilpa memberikan anak bagi Yakub. 

Demikian terjadi sampai akhirnya Tuhan membuka rahim Rahel. Dan lahirlah Yusuf. Dan nantinya Benyamin juga. Itu salah satu alasan mengapa Israel sangat mengasihi Yusuf dan juga anak bungsunya Benyamin. Dan Rahel mati ketika melahirkan Benyamin (Kej. 35:16). Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa Yusuf dan Benyamin adalah anak-anak yang sangat dikasihi Yakub. Terlebih setelah kematian Rahel. Semua cinta Yakub kepada Rahel memancar kepada anak-anaknya yang didapat dari Rahel. Hal ini tentu saja membuat saudara-saudaranya cemburu.

Ini adalah peringatan keras bagi para orang tua. Pilih kasih adalah resep dari hubungan yang buruk. Mungkin kita memiliki anak yang kita anggap lebih baik dari anak lainnya. Biasanya terjadi karena perbedaan gender, kemampuan akademik dan keahlian tertentu. Setiap anak adalah unik. Dan kita wajib memberikan kasih sayang yang sepenuhnya kepada setiap anak. Itu adalah salah satu kehebatan kasih. Kita bisa memberi 100% kepada semua anak. Dan itulah yang Yakub gagal lakukan.

Yusuf si gembala

Kita melihat kisah Yusuf. Pada usianya yang muda -tujuh belas tahun- ia sudah biasa menggembalakan domba-domba ayahnya. Bersama abang-abangnya dari selir ayahnya. Sering kita mendengar bahwa Yusuf adalah si tukang tidur. Hal itu sama sekali tidak benar. Yusuf adalah seorang gembala. Sama seperti abang-abangnya. 

Ketika mendengar gembala, apa yang terlintas di pikiran kita? Apa saja sih tugas seorang gembala? Gembala bertugas untuk: (1) menjaga kawanan domba, (2) memberi makan, (3) mengusir binatang buasa yang hendak memangsa kawanan domba, (4) merawat kawanan domba yang sakit, (5) mencari domba yang hilang. 

Yusuf melakukan semua tugas itu. Musa juga. Begitu juga Daud. Semua merujuk kepada Yesus Sang Gembala Agung, yang mengenal domba-domba-Nya. Dan kewajiban itu sekarang dipercaya kepada murid-murid-Nya. Sediakah kita menjadi gembala? Yang menjaga kawanan domba yang dipercayakan Allah kepada kita? Setia menjaga kehidupan rohani kita dan kehidupan rohani mereka. Memberi makan jemaat yang dipercaya dengan jaran-ajaran sehat dan alkitabiah? Merawat, mengunjungi, mendukung jemaat yang sakit, baik jasmani maupun rohani? Menjaga mereka dari ajaran-ajaran sesat dan pengaruh dunia yang membusuk? Mencari anak-anak Tuhan yang saat ini belum mendengar Kabar Baik Injil dengan pergi bersaksi? Merebut domba Tuhan dari gembala bayaran? Inilah tanggungjawab orang percaya. Inilah tugas yang dipercayakan Sang Gembala Agung kepada murid-murid-Nya. 

Tangan kanan Israel

Bukan sekedar gembala, tetapi ia juga merupakan tangan kanan Israel, ayahnya. Darimana kita tahu itu? Dari laporan Alkitab yang menyatakan bahwa: Yusuf menyampaikan kepada ayahnya kabar tentang kejahatan saudara-saudaranya. (2). 

Sewaktu mereka pergi menggembala, Yusuf memperhatikan kawanan domba. Tetapi bukan hanya itu yang ia perhatikan. Ia juga memperhatikan perilaku saudara-saudaranya. Dan ternyata, mereka melakukan hal-hal yang jahat. Saudara-saudara Yusuf merencanakan dan juga melakukan hal-hal yang jahat selagi mereka di padang penggembalaan. Mereka berpikir bahwa Yakub tidak akan tahu. Tetapi Yusuf melaporkan kejahatan mereka kepada Yakub. 

Pernahkah kita punya teman yang pengadu? Yang suka membocorkan dan melaporkan rencana-rencana kita? Kalau orang Medan menyebutnya: "tukang kibus". Seperti itulah saudara-saudara Yusuf memandang Yusuf. 

Dari sisi itu, Yusuf memang tukang kibus. Tapi, jika kita memandang dari sisi lain, maka kita menemukan bahwa Yusuf adalah seseorang yang berani untuk memberi kesaksian yang benar. Ketika bersama abang-abangnya di padang penggembalaan, dan abang-abangnya melakukan hal yang jahat, kita bisa melihat bahwa: (1) Yusuf menentang kejahatan itu, dan (2) dia tidak terlibat dalam kejahatan itu. Sangatlah mungkin Yusuf diajak bersekongkol. Sangatlah mungkin Yusuf berada dalam tekanan dan ancaman dari abang-abangnya. Tetapi Yusuf tetap setia. Dan tetap memberi kesaksian yang benar kepada bapanya, Israel. Ini adalah salah satu kualitas Yusuf, sehingga ia bisa menjadi tangan kanan Yusuf.

Hidup murid Kristus adalah sebuah surat yang dibaca orang lain. Agar orang lain bisa melihat Kristus dalam hidup murid-Nya (bnd. 2 Kor. 3:2-3). Setiap yang kita lakukan menyaksikan siapa kita. Dan siapa yang kita sembah. Apakah orang lain melihat seorang pekabar Injil? Atau seorang pelahap? Apakah orang melihat seorang pendoa, atau malah melihat seorang pecandu? Apakah orang akan melihat kejujuran, atau malah memandang seorang pencuri dan pembohong?

Banyak orang juga cenderung menutupi diri. Tidak mau memberi kesaksian hidup karena takut dibenci orang. Orang idealis dan bibelon pasti tidak disukai di lingkungan kerja yang penuh pencuri. Seorang yang selalu menegur dosa -baik dosanya sendiri, maupun dosa yang terjadi di sekitarnya- pasti dibenci oleh orang yang masih berkubang dan hidup dalam dosa. Manusia tidak suka bicara dosa. Karena itu menelanjanginya. Tapi, kesaksian yang benar malah menelanjangi dosa. Dan kesadaran akan dosa diperlukan agar orang menyadari bahwa dia butuh Sang Juruselamat.

Dan jangan terkejut. Sama seperti Yusuf, murid-murid yang memberikan kesaksian tentang Kristus, dosa dan akibatnya, serta Jalan dan Kebenaran menuju Bapa dibenci oleh banyak orang yang masih gemar melakukan kejahatan. Sama seperti apa yang terjadi pada Yusuf. Sama seperti apa yang terjadi pada Yesus. Bahkan Yesus pernah berpesan: "Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu." (Yoh. 15:18-19). Kebencian kepada kebenaran bukanlah hal baru. Terutama bagi para murid Kristus yang merupakan orang asing di dunia ini.


Dan memang, Yusuf mendapat ganjaran akibat kualitas itu. Ayahnya memberi dia jubah maha indah. Jubah ini semakin menegaskan kasih Yakub. Dan ganjaran lainnya: jubah semakin meneguhkan kebencian abang-abang Yusuf kepadanya. Masih ingat resep hubungan buruk di atas? Yakub sudah memasaknya dan masakan itu sudah hampir matang.Kebencian abang-abang Yusuf semakin membara.

Bumbu terakhir

Tidak sampai di situ saja, suasana diperparah dengan mimpi Yusuf. Yang adalah sebuah penglihatan dari Tuhan akan masa depan. Mimpi tentang berkas gandum dan mimpi tentang matahari, bulan dan sebelas bintang. Sebuah penglihatan bagaimana Allah akan memakai Yusuf untuk memelihara bangsanya. Apakah respon rumah Israel terhadap mimpi itu?

Kebencian sudah menutupi. Tidak ada lagi yang meneliti dan bertanya kepada Allah. Semuanya membabi buta. Saudara-saudara Yusuf langsung marah: "Apakah engkau ingin menjadi raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?" (8). Ayahnya juga menegur Yusuf: "Mimpi apa mimpimu itu? Masakan aku dan ibumu serta saudara-saudaramu sujud menyembah kepadamu sampai ke tanah?" (10). Sebuah visi yang dari Allah malah menjadi sebuah bumbu penyebab terakhir dari tragedi dalam hidup Yusuf dan Yakub.

Sebuah tragedi yang ada dalam rencana Allah. Sebuah kekusutan dalam sebuah rumah tangga, ayah yang pilih kasih, anak-anak yang jahat. Dan itulah kondisi keluarga yang dipakai Allah untuk memelihara tidak saja kehidupan keluarga itu, tetapi juga banyak bangsa lain. Tragedi yang menimpa Yusuf menghantarkan Yakub dan keluarganya dalam pemeliharaan yang luar biasa. Kuasa dan rencana Tuhan tidak bisa dibatasi dengan kelemahan manusia. Malah, manusia yang lemah dan sudah tidak bisa apa-apa lagi, jika mau berserah kepada Kristus, dipakai-Nya. Allah itu setia dan adil. Dia menjaga perjanjian-Nya dengan moyang Yusuf. Dia menggunakan keluarga yang penuh intrik. Dia juga bisa memakai kita untuk pekerjaan-pekerjaan agung. Pertanyaannya: Maukah kita?

Yusuf: Spesialis Tangan Kanan.

Di rumah Israel, Yusuf adalah tangan kanan Yakub. Ia bekerja bersama saudara-saudaranya dan dipercaya bapanya. Di rumah Potifar, ia adalah tangan kanan Potifar. Dia berkuasa atas rumah Potifar. Di penjara, ia adalah tangan kanan kepala penjara. Dan ketika juru minuman mengingat Yusuf, Yusuf menjadi tangan kanan Firaun. Dia menjadi penguasa Mesir. Apa kunci Yusuf? Kunci keberhasilan Yusuf adalah penyertaan Tuhan (Kej. 39:3;23). Segala kualitas hidup Yusuf bisa digunakan dengan maksimal karena ia sadar akan penyertaan Tuhan. Yusuf sendiri mengakui di hadapan Firaun, bahwa kunci utamanya adalah penyertaan Tuhan. Bahwa Tuhan bekerja dalam hidupnya.

Yusuf dipakai secara luar biasa karena ia menyerahkan hidupnya kepada Allah untuk dipakai Allah. Maukah kita juga dipakai oleh Allah?

Referensi

1Kidung Jemaat 353, Sungguh Lembut Tuhan Yesus Memanggil. Bahasa Inggris: Softly and Tenderly Jesus is Calling. Lirik dan musik oleh: Will Lamartine Thompson (1847-1909).

Comments

Popular posts from this blog

Pilihan Mudah(?)

Ketakutan Yang Tidak Terbukti

Allah dan Hukum-Nya