Sebuah pepatah dalam bahasa Inggris berkata: "A gain in knowledge is a loss of innocence." Yang kalau diartikan bisa berarti semakin banyak yang kita ketahui, maka kita semakin kehilangan ketidakbersalahan kita. Ini juga berarti, kita tidak bisa dimintai tanggungjawab atas sesuatu yang tidak kita ketahui. Lebih jauh lagi, filosofi ini meminta kita untuk tidak mempersalahkan orang akan apa yang tidak diketahuinya. Jika kita tidak tahu bahwa kita melakukan dosa, maka kita tidak berdosa. Kan aku tidak tahu. Demikian kita sering beralasan.
Mari kita lihat apa yang dikatakan Alkitab dalam 2 Raja-Raja 22:3-20. Perikopnya tentang seorang raja Yehuda bernama Yosia. Yang pada masa pemerintahannya, menemukan sesuatu yang lama hilang. Yosia sendiri berumur 8 tahun ketika dia menjadi raja. Lama pemerintahannya adalah 31 tahun. Yosia adalah salah satu raja yang paling lama berkuasa semenjak kerajaan Israel terpecah dua. Pada masa itu, bangsa Israel yang terpecah itu dipimpin oleh raja yang kadang-kadang melakukan apa yang benar di hadapan TUHAN. Tapi yang lebih sering mereka dipimpin oleh raja yang melakukan yang jahat di mata TUHAN.
|
Raja Yosia karya Julius Schnorr von Carolsfeld |
Raja Yosia sendiri merupakan anak dari Raja Amon, dan cucu dari Raja Manasye. Dan menurut catatan Alkitab, ayah dan kakek Raja Yosia adalah raja golongan kedua. Golongan
melakukan yang jahat di mata TUHAN. Lalu kita melihat bahwa anaknya Raja Yosia, yaitu raja Yoahas dan Raja Yoyakim, juga masuk golongan
jahat.
Kok bisa? Kenapa Raja Yosia yang kakek dan bapaknya
jahat di mata TUHAN bisa menjadi orang yang
melakukan apa yang benar di mata TUHAN? Lalu, Yosia yang
melakukan yang benar di mata TUHAN punya anak, dan dua anaknya yang tercatat melakukan
yang jahat di mata TUHAN?
Pertanggungjawaban Pribadi
Dari kisah Yosia --dan raja-raja Yehuda-- kita bisa melihat beberapa pelajaran penting. Salah satunya adalah setiap pribadi bertanggungjawab kepada Allah secara pribadi pula. Kita menghadapi Allah secara pribadi. Kita tidak bisa mengandalkan kebenaran ayah kita, kakek nenek kita ataupun nenek moyang kita. Hanya karena opung kita pendeta, maka kita pasti juga benar adalah pandangan yang benar-benar salah! Kita perlu benar-benar mencari Allah dengan segenap hati, roh dan keberadaan kita. Nenek moyang kita, kita, anak cucu kita akan berhadapan dengan Allah pribadi per pribadi. Tidak seorangpun bisa menjadi benar hanya berdasarkan keturunan.
Tapi bukan berarti kita sebagai orang tua atau anak tidak bisa menolong keluarga kita. Sebuah survey yang dilakukan Bilangan Research menyatakan bahwa sosok yang paling berjasa yang menuntun Generasi Muda Kristen di Indonesia untuk menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat (dilahirkan kembali) dan mengambil keputusan untuk percaya dan menjadi pengikut Kristus yang sungguh-sungguh adalah Orang Tua (73.1%) dan Pendeta (10.6%)1. Sebagai orang tua, kita punya kewajiban untuk membimbing anak-anak kita agar pada waktunya, anak-anak kita bisa mengambil keputusan yang benar: melakukan apa yang jahat di mata TUHAN atau melakukan yang benar di mata TUHAN. Janganlah membebankan keseluruhan pembinaan rohani anak-anak kita kepada pendeta atau guru agamanya di sekolah. Karena intensitas teladan orang tua lebih kental daripada pendeta ataupun guru agama.
Kunci membuka nurani
Pada masa-masa itu, setiap orang menyembah ilahnya masing-masing. Dan itu sebuah kenormalan pada masa itu. Orang beribadah kepada ilah dan ada juga yang beribadah kepada Allah yang benar. Raja Yosia memilih Allah yang benar. Apakah dari orang tuanya? Pastinya tidak. Inilah misteri anugerah Ilahi. Allah bebas memberikannya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya (
bnd.
Mat. 20:15 dan Roma. 9:15). Kita tidak bisa mengatur kepada anugerah itu diberikan. Kita hanya bisa membagikan dan mengajarkannya seperti yang Kristus perintahkan (
Mat. 28:19-20).
Dan ketika Raja Yosia meminta agar Bait Allah diperbaiki, terjadilah sebuah penemuan yang mengejutkan. Imam Besar Hilkia menemukan kitab Taurat! Selama ini mereka ibadah tanpa Taurat! Selama ini mereka beribadah hanya sebagai kebiasaan dan tuntutan. Jangan terkejut jika hari-hari ini juga hal ini terjadi. Anak kita menemukan buku yang berdebu yang berjudul "Alkitab", dan berseru: "Pak, mak, tengok. Buku apa ini?" Dan selama kita beribadah kita hanya datang duduk, diam, dengar khotbah lalu pulang. Tanpa merenungkan dan mempelajari Firman Allah itu di rumah dan di mana saja. Jika memang begitu, itulah yang terjadi pada Yosia. Apakah itu juga terjadi hari-hari ini? Pada kita?
Ketika Kitab Taurat itu ditemukan, segeralah Kitab itu dibacakan kepada raja. Apa reaksi raja? Ia mengoyakkan pakaiannya (
2 Raja-Raja 22:11). Mengoyakkan pakaian adalah tanda berduka yang amat dalam. Mengapa Raja Yosia berduka? Karena ia tahu bahwa
hebat kehangatan murka TUHAN yang bernyala-nyala terhadap mereka
, oleh karena nenek moyang mereka
tidak mendengarkan perkataan kitab ini dengan berbuat tepat seperti yang tertulis di dalamnya. (perubahan
kita menjadi
mereka hanyalah penyesuaian -
2 Raja-Raja 22:13).
Yosia berkata "
kita", bukan "
mereka". Ingatlah bahwa Kitab Taurat itu baru ditemukan. Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa ayah Yosia, kakek Yosia, nenek moyangnya, yang tidak membaca Kitab itu tetap bersalah. Dan kesalahan itu menyebabkan murka TUHAN. Yosia tidak beralasan bahwa nenek moyangnya tidak pernah membaca Kitab Taurat itu sehingga mereka tidak bisa dituntut bersalah. Tidak. Dan memang, Allah tetap menganggap Israel bersalah (
2 Raja-Raja 22:15-17). Hukuman tetap akan dijalankan kalaupun Israel berkilah. Hukum Allah berlaku kekal, tidak bergantung kepada pengetahuan manusia. Lebih jauh lagi, Paulus menyatakan bahwa isi hukum Taurat itu tertulis dalam hati (
Rom. 2:12-15). Tidak ada alasan.
Lalu, Bagaimana?
Sama seperti Yosia, lakukanlah yang
benar di hadapan Allah. Di tangan kita masing-masing ada Alkitab sebagai tuntunan hidup. Mari mulai dengan membacanya. Dan tidak hanya jadi pembaca, mari jadi pelakunya. Di pasal berikutnya dari bacaan hari ini, Yosia mendorong agar Israel kembali kepada Taurat dan kembali merayakan Paskah. Setelah jadi pembaca dan pelaku, kita juga membagikannya. Jangan makan sendiri. Ingat Amanat Agung,
woy. Di masa ini, di mana Alkitab semakin gampang diakses, malah Alkitab paling sering dilupakan. Mari kita kembali kepada Alkitab. Mari giat belajar dan melakukan apa yang diajarkannya. Alkitab sangat banyak fungsinya. Menegur, mendidik, memperbaiki kelakuan, menyatakan kesalahan. Dan semuanya dilakukan dalam kebenaran (
2 Tim. 3:16).
Kiranya Tuhan menolong kita.
Sumber:
Comments
Post a Comment