Whither Thou Goest, by Sandy Freckleton Gagon |
Ayat Bacaan: Rut 1:1-18
Kitab Rut dibuka dengan sebuah kisah seorang keluarga Israel yang pergi merantau ke Moab. Mereka pergi merantau karena terjadi kelaparan. Dan ini terjadi pada waktu para hakim memerintah di Israel (Rut 1:1). Bagaimana kondisi zaman itu? Dari catatan di Alkitab, kita bisa melihat bahwa zaman para hakim adalah zaman dimana "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri." (Hak. 17:6; 21:25) Ini adalah gambaran dimana manusia melakukan semuanya sesuka hatinya. Salah dan benar standarnya adalah pribadi orang masing-masing. Tidakkah ini juga terjadi sekarang ini? Standar kebenaran dikaburkan dengan relativisme. "Itu mungkin benar bagimu, tapi belum tentu benar bagiku." Kalimat ini mungkin pernah kita dengar. Atau: "Kita jalani saja apa yang menurut kita benar." Kita seringkali hanya memegang kebenaran kita sendiri.
Permasalahannya, kebenaran menurut kita bukanlah kebenaran sejati. Satu-satunya kebenaran sejati adalah Firman TUHAN (lih. Yoh. 1:1;1:14, Yoh. 14:6, 2 Tim. 3:16). Alih-alih mengandalkan pemikiran kita sendiri dalam mengetahui apa yang baik dan benar, adalah baik kita kembali berpaling kepada Firman TUHAN. Tidak berpaling kepada pemikiran kita sendiri, apalagi kebenaran menurut kita sendiri. Adalah baik bagi kita melatih diri kita untuk merenungkan kebenaran Ilahi itu (lih. Yos. 1:8, Maz. 1:2). Hal ini membantu mengubah cara pandang kita yang berfokus pada kebenaran diri sendiri menjadi berfokus kepada kebenaran yang TUHAN mau. Paulus memperingatkan semua jemaat TUHAN melalui suratnya kepada jemaat di Efesus agar jangan menjadi bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan. (Ef. 5:17)
Tanah Moab
Jikalau kita memperhatikan nama-nama tokoh yang disebutkan di awal-awal, kita melihat sebuah paradoks. Elimelekh berarti Allahku adalah Raja. Nama yang sangat baik. Demikian juga Naomi, istrinya. Naomi berarti kesukaan atau sukacita. Dua orang dengan nama yang indah! Tapi, ketika kita melihat anak-anak yang dilahirkan bagi mereka, kita melihat gambaran kesulitan yang besar. Anak pertama: Mahlon yang artinya orang yang sakit-sakitan dan anak kedua Kilyon yang artinya dibuang jauh-jauh. Ada kemungkinan Mahlon memang orang yang lemah dan sakit-sakitan. Dan Kilyon menggambarkan bagaimana keluarga ini merasa mereka dibuang, diabaikan oleh Tuhan dan sebangsanya. Kehidupan di Betlehem-Yehuda begitu sulit sehingga mereka harus merantau ke Moab.
Ada baiknya kita bahas sedikit sejarah bangsa Moab. Bangsa Moab adalah sepupu jauh bangsa Israel. Jika moyang Israel adalah Abraham, maka moyang bangsa Moab adalah Lot, keponakan Abraham. Moab adalah anak Lot dari putrinya sendiri(!). Ketakutan putri-putri Lot akan putusnya keturunan Lot, dan juga memikirkan segala seseuatu dengan pertimbangan yang mengikuti dunia (Kej. 19:31-32) Yup, putri-putri Lot berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri. Putri yang tertua melahirkan Moab. (Kej.19:37)
Moab kemudian menjadi sebuah bangsa yang memusuhi Israel. Dimulai dari peristiwa lepasnya Israel dari perbudakan Mesir, bangsa Israel dalam perjalanannya akan melewati wilayah bangsa Moab. Dalam takutnya, Balak, raja Moab meminta Bileam untuk mengutuki Israel. Ketika Bileam menolak mengutuki bangsa Israel karena memang TUHAN mau memberkati bangsa Israel, maka Bileam dan Balak mencari jalan lain. Mereka mencari jalan agar Allah mengutuk bangsa Israel dengan melanggar perintah Allah: makan persembahan berhala dan zinah (Why. 2:14, Bil. 25:1). Inilah awal bangsa Moab menjadi musuh bagi Israel.
Dalam kisah ini, ke tanah tempat bangsa ini tinggal, Elimelekh pergi. Dan tidak hanya pergi, dia menetap di sana. Tidak berhenti sampai di situ. Setelah kematiannya, anak-anaknya juga mengambil perempuan-perempuan Moab untuk menjadi istri mereka. Sesuatu yang dilarang Allah jauh sebelumnya (lih. Kel. 34:12-16). Hal yang dijaga agar jangan anak-anak Israel mengikuti allah bangsa-bangsa lain tersebut. Kedua nama perempuan Moab itu adalah Orpa dan Rut. Jadi, kitab ini luar biasa, karena dinamai dengan: (1) nama perempuan dan (2) perempuan tersebut adalah orang Moab, bukan perempuan Israel. (Kitab lainnya yang menggunakan nama perempuan adalah Ester. Tetapi Ester adalah perempuan Israel).
Dari sini kita sudah bisa mulai melihat anugerah Allah. Yang tidak hanya melingkupi suatu bangsa, tetapi akan menembus batas-batas kesukuan dan bangsa. Kitab Rut, moyang Kristus, perempuan Moab.
Pulang Kampung
Naomi ada di perantauan. Bersama suaminya. Dan dua orang anak. Satunya kemungkinan besar sakit-sakitan. Tidak sampai di situ, suaminya mati. Dan dalam kejandaannya, kedua anaknya, Mahlyon dan Kilyon mati. Habislah sudah. Tak terbayang betapa pahitnya hidup dirasakan Naomi. Saking pahitnya, Naomi bahkan kemudian mengganti namanya menjadi Mara (yang artinya pahit) (Rut. 1:20). Dari sukacita menjadi pahit. Itulah kehidupan yang dirasakan Naomi.
Di tengah dukacita itu, Naomi berniat untuk pulang ke kampungnya. Kembali kepada sanak keluarganya. Sebab ia dulu merantau mencari harapan, eh malah dapatnya kemalangan. Dan ia juga mendengar bahwa Tuhan memperhatikan umatnya dan memberi makanan kepada mereka. "Kelaparan sudah berlalu, ngapain aku tetap di tanah Moab ini?" mungkin begitu Naomi membatin.
Dia berkemas-kemas. Demikian juga Orpa dan Rut. Mereka berjalan, bersama menuju tanah Yehuda. Di tengah perjalanan, mengingat pahitnya hidup, Naomi menyuruh kedua menantunya pulang. Naomi merasa dia tidak mampu lagi memenuhi kewajiban yang harus diterima kedua menantunya: suami untuk meneruskan keturunan. Karena suami Naomi mati, dan dia tidak memiliki anak lagi untuk meneruskan keturunan suaminya. Dan juga keturunan Mahlon dan Kilyon. Hidupku sudah sulit. Pahit. Jangan sampai kalian ikut aku dalam kepahitan ini. Orpa pulang.
Rut tidak.
Naomi memaksa Rut untuk pulang. Pulang ke Moab. Kembali menyembah Kamos (sesembahan bangsa Moab). Tapi Rut menolak. Bahkan Rut memproklamirkan sebuah pernyataan iman: "bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku." Rut tidak mau kembali ke Kamos. Rut mau meninggalkan Kamos dan mengikuti Allah bangsa Israel. Allah Abraham, Ishak dan Israel. Sebuah gambaran bagaimana Allah menerima pengakuan iman bukan berdasarkan kebangsaan dan tradisi, tetapi melalui iman!
Ikutlah Aku...
Rut, seorang Moab, meninggalkan keluarganya, bangsanya dan tuhannya, untuk mengikuti Allah yang benar. Mengikuti Allah yang benar memerlukan pengorbanan yang radikal. Pengorbanan yang tidak sembarangan. Meninggalkan bangsa dan kebiasaan. Meninggalkan keluarga dan ilah. Mengikut Tuhan, melayani Tuhan bukanlah hal yang mudah. Ada harga yang harus dibayar. Seorang teolog Jerman bernama Dietrich Bonhoeffer mengatakan: "Salvation is free, but discipleship will cost you your life." Kita memperoleh keselamatan melalui iman dengan cuma-cuma. Tetapi panggilan pemuridan memiliki harga. Dan harganya adalah hidup si murid.
"Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia HARUS MENYANGKAL DIRINYA, MEMIKUL SALIBNYA SETIAP HARI dan MENGIKUT AKU" kata sang Juruselamat (Luk.9:23). Menyangkal diri artinya tidak mengandalkan diri sendiri. Tidak mengandalkan perbuatan baik untuk mencari keselamatan. Melainkan hanya mengandalkan Kristus. Perbuatan baik adalah buah dari keselamatan. Memikul salib berarti mati bagi dosa dan kedagingan. Tidak lagi menghidupi kehidupan seperti kebiasaan seluruh bumi, tapi sesuai kehendak Allah. Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pukirkanlah semuanya itu, Lakukanlah itu. (Fil. 4:8-9).
Kiranya Tuhan menolong kita. (SHS)
Comments
Post a Comment